Pemerintah Belum Putuskan Sertifikat Vaksinasi Jadi Syarat Kegiatan Masyarakat

oleh -10 views
Pemerintah Belum Putuskan Sertifikat Vaksinasi Jadi Syarat Kegiatan Masyarakat


Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah belum memutuskan apakah sertifikat vaksinasi COVID-19 bisa menjadi syarat bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan di sektor non esensial dan kritikal. Ia menjelaskan saat ini, mobilitas masyarakat antar daerah masih terjadi. Karena itu, menurutnya, untuk menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat yang masih harus melakukan kegiatan di luar rumah, vaksinasi COVID-19 nasional menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam upaya mengendalikan pandemi COVID-19.

“Sejauh ini persyaratan kartu vaksinasi sudah digunakan sebagai salah satu dokumen perjalanan dari dan ke wilayah Pulau Jawa dan Bali dan perkembangan aplikasi dalam sektor lainnya masih dipertimbangkan,” ungkap Wiku dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (3/8).

Menurutnya, dalam menetapkan kebijakan penanganan pandemi, diperlukan pertimbangan dari berbagai aspek, termasuk kondisi kasus terkini baik mikro per daerah maupun kondisi makro daerah penyangga dan nasional. Wiku mengingatkan para kepala daerah bahwa vaksinasi COVID-19 tidak dapat menggantikan efektivitas protokol kesehatan “3M” dalam mencegah perebakan wabah di tengah-tengah masyarakat.

Jubir Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Selasa (3/8) mengungkapkan pemerintah belum berencana memberlakukan syarat vaksinasi untuk pembukaan kegiatan masyarakat (Foto: VOA)

Jubir Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Selasa (3/8) mengungkapkan pemerintah belum berencana memberlakukan syarat vaksinasi untuk pembukaan kegiatan masyarakat (Foto: VOA)

“Karena sistem ini perlu untuk dipertahankan dan saling bekerja melengkapi bukan menggantikan,” tuturnya.

Anies Wacanakan Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Jadi Syarat Pembukaan Kegiatan Ekonomi dan Sosial

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan. ia secara bertahap, berencana membuka kegiatan di sektor ekonomi, sosial dan budaya di Ibu Kota dengan syarat para pelakunya sudah menjalani vaksinasi COVID-19.

Rencana ini, menurutnya,akan digelar mengingat jangkauan vaksinasi DKI Jakarta sudah mencapai target. Hingga 31 Juli lalu,sekitar 7,5 juta warga di DKI Jakarta sudah menerima dosis pertama, sementara 2,5 juta lainnya sudah menerima dosis lengkap.

“Jadi pembukaannya akan dilakukan bertahap dan tahapannya itu ada kaitannya dengan vaksin. Jadi misalnya tukang cukur, mau buka? Boleh, tapi tukang cukurnya vaksin dulu dan yang mau cukur harus sudah vaksin. Warung, restoran mau buka ? boleh tapi karyawannya vaksin dulu, yang mau makan di restoran juga harus vaksin. Kantor-kantor non esensial mau buka? Boleh tapi harus mereka yang bekerja harus sudah divaksin. Jadi nanti tahapan pembukaan diiringi dengan keharusan untuk melakukan vaksinasi pada semua pelakunya baik yang bekerja di tempat itu, maupun yang berkunjung, customer dan lain-lain,” ungkap Anies.

Ia mengatakan ada beberapa cara untuk mengetahui seseorang sudah divaksinasi yakni melalui aplikasi Jakarta Kini (JAKI), bukti sms dari peduli lindungi, dan sertifikat digital vaksin dari Kementerian Kesehatan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana memberlakukan sertifikat vaksinasi COVID-19 sebagai syarat pembukaan kegiatan masyarakat di sektor non esensial dan kritikal (Foto:VOA)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana memberlakukan sertifikat vaksinasi COVID-19 sebagai syarat pembukaan kegiatan masyarakat di sektor non esensial dan kritikal (Foto:VOA)

“Bagaimana dengan orang yang baru sembuh dari COVID-19? Belum bisa ikut vaksin tapi sudah sembuh? yang seperti ini ada ketentuan silahkan bawa surat dari faskes membuktikan bahwa penyintas COVID-19, kemudian mungkin ada kelompok yang belum bisa vaksin karena kondisi kesehatan tertentu. Sederhana siapkan keterangan dokter sebagai buktinya, jadi kita bisa atur berbagai pengecualian tapi arahnya tetap sama, bahwa vaksin sebagai salah satu syarat untuk dimulainya berbagai kegiatan publik di Jakarta,” jelasnya.

Anies mengatakan, meskipun tetap berpotensi tertular, mereka yang telah divaksin umumnya bisa terhindar dari gejala parah infeksi virus corona dan bahkan kematian.

“Kenyataannya vaksin amat mengurangi risiko keparahan dan kematian. Dari 4,2 juta orang ber-KTP DKI Jakarta yang sudah divaksin minimal dosis pertama hanya 2,3 persen yang tetap terinfeksi, angkanya kecil sekali dan sebagian besar dari yang 2,3 persen ini mereka tidak bergejala atau gejala ringan. Dari 4,2 juta orang yang tadi sudah divaksin dan ber-KTP DKI hanya 0,013 persen yang meninggal sesudah terpapar COVID-19 atau kira-kira 13 per 100 ribu penduduk,” tuturnya.

Pakar: Syarat Sertifikat Vaksinasi Dorong Program Vaksinasi

Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengungkapkan, gagasan yang menyaratkan kepemilikan sertifikat vaksinasi bisa mendorong banyak orang, terutama yang harus beraktivitas di DKI Jakarta, menjalani vaksinasi.

“Jadi dengan demikian kita akan mendorong semua penduduk mempunyai proteksi walaupun proteksinya tidak sempurna tapi bisa menekan kematian dan menekan hospitalisasi. Itu yang paling penting, supaya jangan ada kematian di rumah sakit di wilayah DKI Jakarta,” ungkapnya kepada VOA.

Epidemiologi FKM Universitas Indonesia Pandu Riono dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Sasmito Madrim)

Epidemiologi FKM Universitas Indonesia Pandu Riono dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Sasmito Madrim)

Meski begitu, Pandu menekankan syarat vaksinasi hanyalah pelengkap dalam pengendalian pandemi. Pemda, katanya, harus tetap menggencarkan strategi “3T” dan sosialisasi protokol kesehatan “3M” kepada masyarakat. Terkait kapan waktu tepatnya rencana ini harus diberlakukan, ia menyerahkan hal tersebut kepada pemprov DKI Jakarta. Ia menyarankan syarat vaksinasi bagi pembukaan berbagai sektor harus dilakukan secara bertahap agar masyarakat lebih siap.

Pandu mengungkapkan, syarat vaksinasi ini sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dan bahkan sudah berlaku sebelum pandemi. Ia mencontohkan semua sekolah di Amerika Serikat mewajibkan para siswanya divaksinasi secara lengkap sebelum menjalani pendidikan.

“Jadi ini bukan hanya COVID-19 saja, karena sudah diberlakukan pada banyak hal. Misalnya ibadah umrah dan haji harus punya sertifikat vaksin meningitis, untuk dapat visa,” tuturnya.

Tren Penurunan Kasus COVID-19

Dalam kesempatan ini Anies juga melaporkan dampak penerapan kebijakan PPKM Darurat dan PPKM level 4 yang telah berlangsung selama kurang lebih satu bulan.

Ia mengatakan kasus aktif corona di DKI Jakarta telah turun menjadi 19 ribu dari sebelumnya 113 ribu pada 16 Juli lalu. Selain itu tren pemakaman dengan menggunakan protokol COVID-19 juga menurun, dari semula 350-400 per hari pada dua minggu lalu, menjadi 150-200 per harinya.

Menurut Anies, tren kematian saat sedang melakukan isolasi mandiri pun turun menjadi lima kematian per hari dari sebelumnya 75 kematian per harinya. Tren penurunan ini juga terjadi pada tingkat keterisian tempat tidur bagi pasien COVID-19 di rumah sakit atau bed occupancy ratio (BOR) yang mencapai 70 persen. Selain itu, positivity rate saat ini berada di kisaran 15 persen dari sebelumnya yang mencapai 45 persen.

Dokter Cheras Sjarfi berbincang dengan seorang pasien di ruang isolasi di tengah lonjakan kasus baru COVID-19, di sebuah rumah sakit di Jakarta, 1 Juli 2021. (Foto: Yuddy Cahya/Reuters)

Dokter Cheras Sjarfi berbincang dengan seorang pasien di ruang isolasi di tengah lonjakan kasus baru COVID-19, di sebuah rumah sakit di Jakarta, 1 Juli 2021. (Foto: Yuddy Cahya/Reuters)

“Kasus aktif walaupun sudah jauh lebih rendah daripada awal, tapi masih tetap tinggi. Masih ada sekitar 3.000 kasus baru setiap hari walaupun yang sembuh sudah jauh lebih banyak dan kita positivity rate-nya 15 persen. Kita harus mencapai fase ideal di bawah lima persen. Dan tingkat BOR harus mencapai angka aman 60 persen. Dan antrian di IGD memang sudah terurai tapi ICU masih cukup padat,” katanya.

Selain di Ibu Kota, tren kasus COVID-19 secara nasional juga menurun. Wiku menjelaskan kasus positif corona menurun sejak dua minggu terakhir, dari sebelumnya 350.273 menjadi 289.273 dan kemudian 273.891. Penurunan ini juga sejalan dengan positivity rate nasional yang turun dari 30,72 persen, menjadi 27,38 persen dan kemudian menjadi 25,18 persen.

Situasi COVID-19 di Indonesia, 4 Agustus 2021. (Foto: BNPB)

Situasi COVID-19 di Indonesia, 4 Agustus 2021. (Foto: BNPB)

“Jika dilihat pada 34 provinsi, sebanyak delapan provinsi mencatatkan penurunan kasus positif dua minggu berturut-turut yakni Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Bali, Maluku dan Maluku Utara,” ujar Wiku.

Meski begitu, beberapa provinsi di luar Jawa dan Bali masih mencatat kenaikan kasus positif selama tiga minggu berturut-turut.

BOR secara nasional juga menuun. Pada 11 Juli BOR secara nasional mencapai 77,07 persen i, kemudian menurun menjadi 70,62 persen,dan pada pekan terakhir sudah berada pada level 61,95 persen.

“Penurunan ini juga sejalan dengan penurunan kasus aktif selama dua minggu terakhir dari yang sebelumnya sempat mencapai 18,84 persen, menjadi 18,21 persen dan terus turun menjadi 15,55 persen per tanggal 1 Agustus. Selain itu penurunan nyata juga tampak pada penurunan BOR di Wisma Atlet yang saat ini persentase huniannya ada di angka 31,34 persen,” paparnya.

Penurunan kasus aktif dan BOR secara bersamaan terjadi di 14 provinsi ,yakni Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. [gi/ab]



Source link