Kepala BNN Setingkat Menteri, Arman Depari Kandidat BNN Satu?

oleh -590 views

LSM Ridma Foundation “menyoroti” kebijakan Presiden Joko Widodo

 

KORAN PRIORITAS —  Peraturan Presiden menyebutkan Kepala BNN  (Badan Narkotika Nasional)  kedudukan menjadi setingkat menteri.  Artinya, dalam hal fasilitas dan hak keuangannya.

Peraturan Presiden (Perpres)  ini mulai berlaku pada 8 Juli 2019, yang juga disahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

“Tapi organisasi BNN belum setingkat kementerian,”  ujar S.S Budi Rahardjo, Ketum RIDMA yang sejak dulu menjadi “sahabat” sekaligus LSM watch BNN.

Aktivis anti narkoba yang tergabung dalam LSM Ridma Foundation “menyoroti” kebijakan Presiden Joko Widodo dalam Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Badan Nasional Narkotika (BNN).

Irjen Pol Arman Depari yang sebelumnya telah dimutasi ke Mabes Polri dalam rangka memasuki masa pensiun sesuai Telegram Kapolri mendadak berubah.  Ia kini justru dilantik kembali sebagai Deputi Pemberantasan BNN.

***

‘Memberhentikan dengan hormat Sdr. Irjen Pol. (Purn) Drs. Arman Depari, dari jabatannya sebagai Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional terhitung mulai tanggal 1 September 2020 disertai ucapan terima kasih atas pengabdian dan jasa-jasanya selama memangku jabatan tersebut’ tulis poin satu Kepres tersebut.
 
‘Mengangkat Sdr. Irjen Pol. (Purn) Drs. Arman Depari sebagai Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional terhitung sejak dilantik pada atau setelah tanggal 1 September 2020, dan kepadanya diberikan hak keuangan, administrasi, dan fasilitas lainnya setingkat dengan jabatan struktural eselon 1.a, sesuai peraturan perundang-undangan’ tulis poin kedua.
                                                                                                                 ***

Pengangkatan kembali Irjen Polisi Arman Depari ini sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/2020 yang dikeluarkan bulan Juli 2020.

Keppres tersebut menyebutkan tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan BNN, Arman dilantik kembali sebagai Deputi Pemberantasan.

Pengangkatan kembali  lulusan Akpol 85 sebagai Deputi Penindakan BNN ini  sempat diprotes oleh  pengamat Kepolisian lewat pernyataannya di koran daerah.  Untuk kemudian, menjadi ramai dan pembicaraan.

LSM RIDMA tak langsung protes tapi meriset dan mencari tahu dulu, dibalik apa yang terjadi.

Ada apa?

LSM RIDMA pun menyayangkan adanya kebijakan pimpinan BNN atau Polri, termasuk Kepres itu.

Menurut sumber:  Sekretariat Negara menerbitkan Keppres tersebut karena hanya ada nama Irjen Pol Arman Depari yang layak duduk di jabatan tersebut. Sejatinya ada tiga nama.

Sosok Arman Depari memang polisi yang jago di bidang reserse, tipe pekerja keras. Dan karena waktu diketik, tak mendapat nama kandidat lain, yang diposisikan Deputi Berantas.

Dalam siaran persnya LSM RIDMA Foundation menyoroti Keppres pengangkatan kembali Irjen Pol Arman Depari.

Apakah ini, menjadi rangkaian untuk menduduki BNN satu?  Karena BNN memang didisain tak harus dikepalai oleh jenderal aktif. Laiknya Badan Intelejen Nasional (BIN).

Perwira tinggi Polisi yang memasuki masa pensiun diangkat kembali melalui Keppres (Keputusan Presiden) untuk menempati posisi yang sama di Divisi Berantas menjadi perhatian.

“Tak sekedar membingungkan, tapi keterlaluanlah. Kapan kesempatan buat junior dan ASN,” ujar pria yang kerap dipanggil Jojo, yang juga merupakan Ketua Forum Pimpinan Media Digital Indonesia.

Ketua Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) ini sangat menyayangkan kebijakan Kepala BNN Heru Winarko dengan kejadian itu.

Tak memungkiri, yang bersangkutan BNN satu ini sosok yang “kurang welcome” dengan jurnalis dan aktivis narkoba, seperti komplain dari rekan-rekan jurnalis lain.

Maksudnya, kemudian masyarakat bertanya-tanya apakah ini bagian dari “manufer” institusi menawarkan “jago”nya. BNN punya kandidat, Kepolisian punya Kandidat dan sementara pihak “istana” punya kandidat lain lagi.

LSM RIDMA Foundation tetap kritis menyikapi, independen dalam bertindak. Pernah membongkar komisi “ten persen” di institusi BNN.

Walau di internal BNN, banyak dari relasinya, tapi kalau enggak benar ya tetap saja situasi itu harus dibongkar “bobrok”-nya. Karena kalau terjadi turbulansi di BNN, yang senang adalah para bandar narkoba.

Terjadi “tarik menarik”

Kapolri Jenderal Idham Aziz  dengan tegas menarik Irjen Arman Depari dari jabatan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) ke Mabes Polri.

Rotasi jabatan tertuang dalam surat telegram Kapolri Nomor ST/2557/IX/KEP./2020 dan ST/2558/IX/KEP./2020 dan tertanggal 1 September 2020.

Surat tersebut ditandatangani oleh Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (As SDM) Irjen (Pol) Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri.

Selain Arman, terdapat lima jenderal dan 10 pamen Polri lainnya yang dimutasi dalam rangka pensiun dalam surat telegram nomor ST/2557/IX/KEP./2020.

Menjadi Polemik.

Infonya: ring satu tak menemukan kandidat yang memiliki pengalaman di lingkungan reserse, dengan syarat sedikitnya selama lima tahun dan khusus di narkoba sedikitnya selama dua tahun.

Maka, kemudian terbit Keputusan Presiden (Keppres) 116/2020 yang dikeluarkan bulan Juli 2020.

Keppres ini memuat tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan BNN, Arman dilantik kembali sebagai Deputi Pemberantasan.

Penerbitan Keppres aneh tersebut kemudian menjadikan heboh tak hanya media di dalam negeri. Bahkan berita mengenai BNN menjadi pembicaraan banyak pihak hingga mengalahkan isu pandemi covid-19.

Di lain sisi,  pagu anggaran BNN tahun 2021 sebesar Rp 1.689.992.511.000 disetujui. Tambahan anggaran sebesar Rp 273.454.9 60.000 juga di-oke kan oleh wakil rakyat.

Banyak harapan tertancap dari institusi yang berdiri 2002 ini.

Di awal berdiri,  BNN tak punya anggaran hingga sekarang para pejabatnya mengalami “kemanjaan” fasilitas untuk melaksanakan tugas di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya.

LSM yang pernah mendapat penghargaan dari UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) untuk “media against drugs”,  kali ini mengkritisi “jabatan” yang seharusnya tidak diisi oleh pensiunan.

Kalau “turbulensi” ini terjadi di BNN, bisa membuat pengedar terbahak-bahak.

Kemarin, sempat ramai DPR Komisi III mengkritik BNN karena dinilai sampai saat ini BNN “miskin terobosan, padahal Narkoba di Indonesia ini telah memasuki tahap yang serius.

Anggaran Besar BNN  Tak  Sebanding Kinerja.

BNN dianggap tidak memiliki dampak yang signifikan maka BNN bisa saja dievaluasi dan dibubarkan sehingga kewenangan penanganan narkotika diserahkan ke Polri saja.

“Masak negara kalah dengan bandar narkoba. Kalau BNN tidak mampu menjadi alat memerangi narkoba, nyatakan saja tidak mampu. Biar kita bubarkan saja, kita cari alat yang lain,” ujar para anggota DPR, seperti paduan suara koor, kemarin.

Karena BNN saat ini dianggap institusi yang dipegang oleh “pilot” enggak “ngerti” permasalahan narkoba atau tak punya latar belakang hal itu.

Dua minggu belakangan ini, di situasi pandemic Covid-19 dan masalah narkoba yang juga dalam status darurat. Dalam situasi “darurat” semacam ini, kok sampai Kepres dan Telegram Polri menimbulkan “gaduh”.

Akhirnya anggran BNN disetujui DPR naik, menjadi Rp 1,6 Triliun.