Muhammad Syarifuddin (Ketua MA)

oleh -107 views
Muhammad Syarifuddin (Ketua MA)
Ketua MA Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H, M.H berulang tahun. Tepatnya pada 17 Oktober 1954.
Ketua MA Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H, M.H berulang tahun. Tepatnya pada 17 Oktober 1954.

 

KORAN PRIORITAS Di bulan Oktober ini, Ketua MA Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H, M.H berulang tahun. Tepatnya pada 17 Oktober 1954.

Pria kelahiran Baturaja, Sumatra Selatan, yang awalnya tak bercita-cita menjadi hakim.  Tapi, Tuhan berkehendak lain. Ia pun dalam perjalanan hidupnya menjadi Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Menggantikan Muhammad Hatta Ali – yang memasuki pensiun — setelah memenangi proses pemilihan yang digelar pada tanggal 6 April 2020. Hakim Agung Muhammad Syarifuddin resmi terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) Ketua MA periode 2020-2025.

Banyak harapan tertancap pada HM Syarifuddin, tatkala dirinya menjadi orang nomer satu di Mahkamah Agung. Terpilihnya sosok baru ini, disebut-sebut “menularkan” integritas dan kapasitas juga kearifan (wisdom). Agar sang hakim bersandar pada nilai keadilan dan kebenaran.

Sebelum lahir tentang Keterbukaan Informasi Publik, Mahkamah Agung adalah salah satu lembaga yang sudah lebih dahulu punya payung hukum keterbukaan informasi.

Dalam semangat keterbukaan, Mahkamah Agung bisa dibilang mendahului banyak lembaga negara lainnya. Reformasi pelaku kekuasaan kehakiman ini terus berproses hingga kini. MA yang kredibel adalah mahkamah yang menjadi dambaan bagi seluruh masyarakat pencari keadilan.

***

Awal Mimpi Ketua MA

Anak seorang penjaga pintu kereta, dengan semangatnya mengejar impian. Seperti pada anak seusianya, perawakannya kecil dan cenderung kurus. Lingkungan sekitar pun tergolong keluarga sederhana.

Anak ketiga dari enam bersaudara ini menyelesaikan pendidikan SD sampai SMA di kota kelahirannya tersebut. Di tempat inilah momen yang menyeret humanisme, menghias nurani.  Cerita-cerita seru di masa itu. Untuk kemudian, berlabuh di Kota Gudeg.

Setelah menyelesaikan bangku SMA, pilihan remaja ini langsung tertuju pada Kota Yogyakarta. Ia ingin melanjutkan studi Sarjana di “Kota Gudeg” tersebut walaupun belum tahu ingin kuliah di universitas mana.

Terpilihnya Yogyakarta sebagai kota yang akan Syarifuddin tuju, bukan tanpa alasan. Pasalnya, orang yang ada di kampung Syarifuddin menyebut bahwa Yogyakarta adalah tempat yang bagus untuk kuliah.

Tak berpikir panjang, Syarifuddin muda langsung berangkat ke Yogyakarta dengan diantar oleh sang ayah. Syarifuddin akhirnya memutuskan untuk mendaftar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Di kampus yang banyak melahirkan tokoh hukum tingkat nasional itu, ia tercatat pernah menjadi mahasiswa terbaik se-fakultas hukum dan wisudawan terbaik UII.

Ketika masih sarjana muda, Syarifuddin pernah bekerja sebagai staf perpustakaan di IAIN Yogyakarta (kini UIN Sunan Kalijaga), tetapi hanya sebentar karena kuliahnya di UII akan segera usai.

Hidupnya ditopang oleh semangat serta “belas kasih” saudara. Ia menumpang, mengetik dengan sepuluh jari dengan mesin tik pinjaman. Hidup menumpang dengan sikap hidup tirakat, ingin buru-buru lulus kuliah dan menyenangkan orang tua.

Yang seru, bagaimana ia menggantungkan nasib pada Kapal Tampomas. Tidur selama empat hari di dek bersama ragam orang yang ingin mengadu nasib. Berangkat dari Tanjung Priuk ke Belawan, lalu ke Banda Aceh.

Ijazah saja belum di tangan. Namun, pria yang santun ini nekat mendaftar saat ada pembukaan pendaftaran calon hakim. Dengan menggunakan ijazah sementara, ia pun mendaftar. Ternyata lulus dan ditempatkan di Banda Aceh.

“Selamat Ulang Tahun  Yang Mulia Haji Muhammad Syarifuddin. Semoga selalu diberikan berkah, kebahagiaan, kesehatan, kemuliaan dalam menciptakan keadilan di negeri ini.
Kesaksian hidupnya bisa terus menjadi figur kita di seluruh aspek kehidupan.  Sebagai pemegang kedaulatan dan kekuasaan yang sejati. Di pundak Yang Mulia, rakyat menggantungkan harapan. “

Awal Karier Ketua MA

Syarifuddin pun mengawali karier di dunia peradilan sebagai CPNS Calon Hakim pada tahun 1981 di Banda Aceh. Sembilan tahun di Aceh, tentu saja mempunyai kenangan tersendiri di Serambi Mekkah itu, hingga menjadi Panitera pengganti lokal di Pengadilan Negeri (PN)  di Banda Aceh.

Sisi lain, yang hingga kini tak dilupa. Saat menjadi hakim di Linggau, ingin pulang ke rumah menuju Baturaja di momen lebaran. Menyetop bis di pinggir jalan. Dari hasil menabung, ia membawa beberapa oleh-oleh dan kue kering kesukaan keluarga di kampung. Dia duduk paling depan, dekat pintu masuk bus.

Karena lelah naik bus, Syarifuddin terlelap. Tiba-tiba, ia terbangun ketika ada teriakan supir. “Kita terbalik, kita  terbalik,” berkali-kali ucapan itu berulang yang kemudian membangunkan dirinya. Astaghfirullah.

Saat mata terbuka, Syarifuddin sudah tertindih dengan barang-barang. Maklum bis untuk kampung, tentu saja penuh muatan barang bawaan.

Terdengar rintihan, teriakan minta tolong sana-sini. Refleks, Syarifuddin bangun dari tidur, keluar dari bus itu lewat kaca depan bus yang sudah pecah.

Setelah keluar, Syarifuddin baru sadar bahwa bajunya berlumuran darah. Dan, bekas serpihan kaca kecil-kecil bertebaran di sekujur badannya.  Segera, kaca yang mengores dan masuk dalam tubuhnya dicopoti satu-satu.

Dalam situasi itu, secara refleks yang dipikirkan bukan dirinya. Tapi, adalah bagaimana nasib orang-orang di bus yang masih tertinggal. Pasalnya, suara mesin bus masih mengaung dengan sangat kencang. Sementara supirnya, dilihat malah lari meninggalkan bus.

Pilihannya mengejar supir yang kabur atau memberi bantuan, ke  orang-orang yang masih terjebak di dalam bis. Siang itu, belum ada orang yang datang menolong. Syarifuddin memutuskan melepas bajunya yang penuh darah dan serpihan kaca bus, dan spontan kembali ke dalam bus.

Ia mematikan mesin bus yang mengaung sangat keras. Karena yang ada dalam pikirannya kala itu, jangan-jangan bus bus bisa meledak. Setelah berhasil mematikan mesin bus, beliau pun menolong penumpang-penumpang lain. Ada yang patah tangan, patah kaki hingga meninggal.

Dalam suasana yang sangat panik menyelamatkan penumpang, tiba-tiba datang segerombolan anak muda masuk ke mobil. Bukannya menolong, malah menjarah barang-barang penumpang yang ada di dalam bus. Tas Syarifuddin  yang berisi oleh-oleh untuk dibawa ke kampung, termasuk yang mau diambil oleh orang itu.

Seketika, Syarifuddin yang tidak mengenakan baju berteriak memakai bahasa daerah. “Hey!! itu barangku,” sontak rombongan pemuda itu kaget dan kabur. Singkat cerita, Syarifuddin yang kala itu, yang tidak mengenakan baju, rupanya disangka preman juga.

Beres membantu orang-orang, Syarifuddin pindah bus kemudian menuju Baturaja. “Kejadian itu sudah lama. Tapi, kalau saya naik mobil yang ngebut, kemudian belok mendadak. Kadang trauma juga, takut terbalik,” ujar Syarifuddin dengan mimik jenaka.

Apalagi sampai sekarang, terkadang masih terasa sakit di dada sebelah kiri bekas benturan besi, saat bus terbalik kala itu. Tak pernah terjebak dalam keluhan masa lalu, prinsip hidupnya adalah terus bersyukur dalam setiap keadaan.

Bersyukur merupakan suatu perbuatan yang bertujuan untuk berterima kasih atas segala limpahan nikmat yang telah Tuhan berikan.

“Bersyukur dalam keadaan kita”—apa pun keadaan itu. Tidak menyerah, mengeluh, dan tertekan seandainya mengalami kesulitan dalam perjalanan seperti itu. Rasa syukur sebagai tindakan Iman. Bagaimana tangan Tuhan yang selalu menopang hidupnya, hari lepas hari.

Banyak kesaksian untuk hal itu. Antara lain, sewaktu Syarifuddin baru turun dari Kapal Tampomas. Ia bingung, karena baru pertama kali di lokasi luar kota. Suasana pelabuhan gelap, kala itu memang listrik tidak seperti sekarang yang terang benderang. Turun dari kapal Tampomas di Medan, tak tahu menuju arah Banda Aceh.

Di tengah kebingungannya, Syarifuddin mengikuti saja seorang lelaki kekar, berseragam tentara. Ia pun bertanya, bagaimana di situasi larut malam itu bisa sampai ke Banda Aceh. Dengan penuh selidik, pria itu menatap tajam dirinya, kemudian berkata: “Sudah, ikuti saya saja.“

Syarifuddin patuh dan mengikuti tentara yang mencari bus untuk menuju lokasi yang dituju. Siapa sangka, di tengah jalan, tentara itu pun memberi tahu diri Syarifuddin bahwa ia sudah sampai tujuan. Jadi, “Saya disuruhnya turun saja. Daripada nanti bingung di bus, mau turun di mana.“

Dalam suasana lokasi malam, tak gampang mencari kendaraan untuk bisa menumpang. Tapi, mukzizat terjadi. Dari jauh kelihatan truk beriringan.

Sang tentara melambaikan tangan, dirinya maju ke tengah jalan. Menyetop kendaraan, yang ternyata dealer Medan menuju Banda Aceh. Tentara itupun, menitipkan Syarifuddin ke salah satu armada truk untuk dibantu diantar sesuai alamat.

“Baik sekali tentara itu, sayangnya saya lupa. Mencatat nama dan alamat tentara itu. Mungkin, ia sekarang pensiun,“ ujar pria yang pada 1984 merintis karir sebagai hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kutacane. Selama tujuh tahun bertugas PN Kutacane, Syarifuddin tidak pernah pulang kampung lantaran tidak punya ongkos atau uang saku.

Ketua MA

Gaji kecil, jika harus naik pesawat, bisa-bisa ia dan keluarganya tidak akan makan berbulan-bulan. Saat ingin pulang kampung, naik bis, eh malah bisnya terbalik. Untunglah, laiknya drama korea adegan dramatis itu hanya terjadi sekali dalam hidupnya.

Pada akhir 1990, Syarifuddin memang tugas di Pengadilan Negeri Lubuk Linggau hingga 1995. Setelah dua tahun menjadi ‘wakil Tuhan’ di Pengadilan Negeri Lubuk Linggau, ia berpindah tugas menjadi hakim di Pengadilan Negeri Pariaman.

Pada 1999, Ia mendapat keputusan mutasi sebagai hakim di Pengadilan Negeri Baturaja. Empat tahun berselang, ia mendapatkan promosi menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2003. Setelah berkarier di ibu kota, ia dipercaya menjadi Ketua Pengadilan Negeri Bandung pada 2006.

Pada 2006, dia akhirnya diberikan kepercayaan memimpin PN Bandung dengan menjadi ketua pengadilan hingga tahun 2011. Di tahun yang sama, dia mendapat promosi sebagai hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Palembang.

Pada tahun yang sama pula, penyandang gelar Doktor Hukum dari Universitas Katolik Parahyangan ini dipercaya menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI. Jabatan eselon I ini diembanya sampai dengan terpilih sebagai hakim agung pada tahun 2013.

Setelah dua tahun menjabat hakim agung, Syarifuddin dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Ketua Kamar Pengawasan.

Kurang dari satu tahun menjabat sebagai Ketua Kamar Pengawasan, Syarifuddin kemudian terpilih secara demokratis sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial menggantikan Mohammad Saleh.

Belum genap lima tahun sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Syarifuddin terpilih sebagai Ketua MA menggantikan Hatta Ali. Suami dari putri Purwokerto, Jawa Tengah ini mendapat suara terbanyak berdasarkan proses pemilu di MA.

***

Ketua MAKetua MA

Menjadi Ketua MA Ke-14

“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut UUD 1945 serta berbakti kepada nusa dan bangsa,” kata Syarifuddin.

Presiden Joko Widodo menyaksikan sumpah jabatan itu.  Prosesi pelantikan dilangsungkan dengan protokol kesehatan COVID-19. Syarifuddin dan Jokowi tampak mengenakan masker dan tamu undangan yang datang tidak berdekatan satu dengan lainnya.

Muhammad Syarifuddin terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) melalui Sidang Paripurna Khusus Pemilihan melalui dengan dua putaran pemilihan Ketua MA yang digelar di Gedung MA, Senin (6/4/2020).

Syarifuddin meraih 32 suara mengalahkan Andi Samsan Nganro yang hanya mengantongi 14 suara dari 47 suara hakim agung. Satu suara abstain diketahui milik Hatta Ali.

Pada putaran pertama, ia berhasil unggul dari lima hakim yang mendapat perolehan suara untuk menjadi Ketua MA dengan 22 suara. Total hakim yang memiliki hak pilih dan dipilih berjumlah 47.

Namun, karena putaran pertama tidak ada hakim yang memenuhi syarat 50 persen tambah satu suara dari para pemilih, maka dua hakim dengan perolehan suara terbanyak yakni Syarifuddin dan Andi Samsan Nganro harus ikut pemilihan putaran kedua.

Pada putaran kedua, Syarifuddin berhasil unggul lagi dari Andi dengan 32 suara. Sedangkan Andi mendapatkan 14 suara. Oleh karena itu, menurut Hatta Ali yang memimpin pemilihan, sesuai dengan tata tertib MA menetapkan Syarifuddin yang terpilih.

***

“Saya optimis, melihat Ketua MA yang sekarang. Yakin cara pandangnya sejalan dengan buah pikir yang sebaiknya dilakukan bangsa ini,” ujar Komjen (p) Anang Iskandar, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan juga mantan Bareskrim Polri.

Respek terhadap Ketua Mahkamah Agung dipaparkan juga oleh  Dr Urbanisasi, SH MH CLA CIL CLI yang merupakan Direktur Sertifikasi Pengacara Indonesia Kongres Advokat Indonesia (KAI). Saat mengingatkan para Hakim sebagai benteng terakhir penentu keadilan bagi para pencari keadilan. Katakanlah yang benar itu adalah benar dan yang bathil itu adalah bathil.

“Semoga Ketua MA yang baru terus meningkatkan capaian-capaian yang telah dilakukan oleh Ketua sebelumnya,” demikian Prof Hikmahanto PhD.

“MA semakin maju karena lebih terbuka dalam putusannya,” ujar pria yang menjadi profesor termuda ahli hukum Internasional di Indonesia.

Sementara itu, hasil survei yang dilempar ke responden, dengan ragam pertanyaan, untuk mengetahui sejauh mana yang bersangkutan di mata masyarakat umum.

Pertanyaan dilempar ke responden komunitas juga lewat lembaran pertanyaan by whatsapps ke 400 responden, dilakukan pada lima kota besar Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta).

Kesimpulan dari hasil survei itu adalah: (90,2%) Masyarakat menganggap sosok yang baru terpilih ini figur tepat.  Sedangkan (9,8%) tidak tahu/tidak menjawab.

Survei dilakukan kepada orang-orang yang pernah merasakan peradilan, juga survei ditanyakan kepada yang belum “sekalipun” merasakan sebagai masyarakat pencari keadilan.

Peserta survei terdiri dari orang-orang yang hanya memantau lewat media massa, mengenai terobosan yang dikreasikan oleh Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.

Metode penarikan sampel yang dilakukan ialah multistage random sampling dengan margin of error sebesar 2,83 persen. Tingkat kepercayaan dari survei ini sebesar 95 persen.

Dari survei tersebut mengindikasikan terdapat optimistis.

Ketua MAKetua MA

Catatan Pinggir Orang Luar Melihat Ketua MA Yang Baru

Disebut punya track record berwibawa yang tidak ragu menggunakan kewenangan yang diberikan undang-undang sebagai penyeimbang sekaligus pelindung hak-hak warga negara, termasuk ketika harus berhadapan dengan lembaga negara lainnya.

Sederhana merupakan bagian dari hidupnya hingga sekarang. Tak neko-neko. Membangun keluarga bahagia, ketemu jodoh, hingga mendidik juga dilalui dengan rasa syukur. Membina keluarga sakinah karena peristiwa, yang tak banyak yang tahu. Ada momen-momen menarik, dalam membangun mimpi.

Memutus perkara dengan hati nurani. Karena latar belakang keluarga yang penuh sopan santun. Menuju menjadi seorang bijak, berpikir jauh ke depan tapi rendah hati. Bagaimana ia memotivasi dirinya, lingkungan serta daya ungkit-nya. Hingga bersahabat dengan tokoh agama dan akademi.

Sosok hebat yang mau mendengar. Sudah sejak kecil gemar membaca, sehingga dirinya laiknya perpustakaan berjalan. Ada sudah beberapa buku, buah pikirnya yang di-launching.  Sosok sederhana yang tawakal, dalam didikan luhur menjalani hidup dengan batin yang terasa nurani.

Yang Tidak Bisa Dibina, Kita Binasakan Saja!

Paradigma MA periode 2020-2025 ialah melanjutkan kebijakan MA yang digariskan Cetak Biru Pembaharuan Peradillan 2010-2035 untuk percepatan mewujudkan peradilan Indonesia yang agung.

“Untuk melakukan pembangunan jiwa dan fisik peradilan Indonesia,” kata Syarifuddin saat menyampaikan pidato perdana dalam acara prosesi penggantian ketua MA di Ruang Command Center, Rabu (13/5/2020).

Ia menyatakan, pembangunan jiwa peradilan dilakukan dengan meningkatkan integritas dan profesionalisme hakim dan aparatur peradilan. Juga, melalui penegakan dan pengefektifan pelaksanaan paket kebijakan bidang pembinaan dan pengawasan.

“Aparatur MA dan badan peradilan jangan alergi pada pengawasan, karena bagi yang tidak mau diawasi, justru perlu dicurigai, dengan semboyan ‘yang bisa dibina kita bina, yang tidak bisa dibina dibinasakan saja,” tegasnya.

Syarifuddin menekankan setiap pejabat peradilan, baik dari MA maupun tingkat banding, dalam melakukan kunjungan ke daerah agar menerapkan ketentuan baku pengawasan dan tidak memberatkan obyek pemeriksaan.

Di samping itu, ia juga minta Badan Pengawas (Bawas) memaksimalkan peran 20 orang misteriuos shopper dan unit pemberantasan pungli sebagai salah satu metode pengawasan berbasis manajemen resiko.

Begitu pula ia minta Ketua Pengadilan Tinggi dapat menjadi pos terdepan MA di daerah-daerah dalam melakukan pengawasan dan pembinaan.

Ia melanjutkan, pihaknya sedang menimbang untuk menghidupkan kembali hakim agung pengawasan daerah. Hakim itu nantinya berada di bawah koordinasi Wakil Ketua MA Nonyudisial. Utamanya, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi agar tidak menganggu penyelesaian perkara.

Sementara itu, untuk pembangunan fisik peradilan pihaknya akan memulai dengan pembaruan struktur kelembagaan dengan melakukan restrukturasi organisasi MA. Sarana dan prasarana mendukung pelaksanaan tugas peradilan dan pelayanan masyarakat, termasuk sistem administrasi peradilan akan diperbaiki dan ditingkatkan.

“Mudah-mudahan ini semua membawa perubahan bagi dunia peradilan. Dan saya yakin visi kita mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung tercapai sebelum tahun 2035,” ungkapnya.

Syarifuddin menegaskan, prinsip hidupnya dalam bekerja adalah hanya ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Harus juga diberangi rajin dan tekun bekerja serta disiplin dan bersungguh-sungguh.

Seorang hakim dituntut bukan hanya memiliki kapabilitas membaca teks-teks hukum (legal text), menguasai teknik-teknik hukum, namun juga harus sanggup menggali jiwa keadilan (essence of justice).

Tentu saja tidak cukup syarat integritas dan kapabilitas saja, melainkan harus ditambah dengan kearifan (wisdom). Seorang hakim yang memiliki ientegritas, kapabilitas dan wisdom inilah yang sanggup mendistribusikan keadilan sesuai amanat Sila kelima Pancasila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Hakim yang memiliki syarat lengkap seperti inilah yang sanggup menjaga independensinya terhadap diri sendiri, terhadap orang lain maupun terhadap lembaga. Tujuannya adalah agar sang hakim meletakkan keadilan di atas dirinya! Ia harus bersandar hanya pada nilai keadilan dan kebenaran (truth and justice).

Pria yang pernah menjabat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial ini mendorong para hakim harus berani dengan berpegang pada prinsip: “Katakanlah yang benar itu adalah benar dan yang bathil itu adalah bathil,”

“Sebagai hakim yang disebut “Wakil Tuhan di dunia untuk menciptakan keadilan,” kata Yang Mulia Hakim Syarifuddin mengajak semua warga peradilan untuk bersama-sama dengan semua elemen masyarakat Indonesia, mewujudkan Indonesia Maju.

Ketika ulang tahun Mahkamah Agung ke 75 tahun kemarin, Muhammad Syarifuddin  mengingatkan kembali kodrat hakim dan sejatinya hakim adalah profesi mulia. Bahwa satu-satunya sisa Kedaulatan Tuhan adalah lembaga pengadilan.

Seluruh hakim di Indonesia, wajib berkiblat ke nurani. Kecerdasan nurani, atau dalam konteks kekinian disebut sebagai kecerdasan spiritual, merupakan inti dari segala kecerdasan yang ada.

Nurani tentu berkait-berkelindan dengan ajaran luhur setiap agama. Nurani pasti akan mengingatkan hakim untuk senantiasa menjaga amanatnya, untuk mewakili Tuhan.

Hakim adalah kawal terakhir penegakan hukum. Sejak disumpah, di ubun-ubunnya telah dipatrikan tulisan secara tegas: fiat justicia ruat coelum (keadilan harus tetap ditegakkan, walau langit runtuh).

Hakim telah memiliki Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Pelaksana pengawasan hakim, juga telah ada. Sudah lengkap. Paket komplit. Ini semata bertujuan untuk menjaga dan menegakkan marwah hakim.

Berperilaku adil, jujur, arif dan bijaksana. Juga bersikap mandiri dan berintegritas tinggi, dengan tanggungjawab. Hakim harus menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, kemudian bersikap professional.

Kepercayaan adalah kekuatan besar untuk mewujudkan cita-cita. Kepercayaan publik, atas profesinalisme hakim, tentu sangat mensupport hakim untuk memberi hukum yang berkeadilan.

Sedangkan harapan terwujudnya peradilan Indonesia yang agung, adalah alasan primer bagi penegak hukum untuk berbuat lebih baik. Lebih profesional. Lebih bersih. Lebih transparan. Lebih berkeadilan. Juga lebih “menghadirkan” Tuhan dalam setiap putusannya.

Sebagai benteng terakhir penentu keadilan bagi para pencari Keadilan

“Oleh karena itu para Hakim tidak boleh ragu apalagi takut dalam memutus perkara. Sepanjang semuanya dilakukan dalam koridor hukum dan perundangan-undangan serta tidak melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim,” demikian pesan Syarifuddin.

“Dan kita akan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita di hadapannya-Nya,” kata ayah dua anak ini mengingatkan dari Gedung MA lt. 2 Command Center Mahkamah Agung, Jakarta. Acara ini diikuti semua Pengadilan di seluruh Indonesia.

Semua kegiatan dilaksanakan sederhana, khidmat dan memenuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

#S.S Budi Rahardjo MM

Ketua MA

Ketua MA Ketua MA